Mewujudkan Kesetaraan Penyandang Disabilitas di Lingkungan Peradilan

Mewujudkan Kesetaraan Penyandang Disabilitas di Lingkungan Peradilan

KABAR BERITA | www.pa-mempawah.go.id

MEMPAWAH (03/06/2022) Sebagai sesama makhluk hidup dan warga negara Indonesia setiap orang harus diperlakukan sama dan tanpa diskriminasi termasuk terhadap Penyandang Disabilitas. Hal tersebut karena Penyandang Disabilitas tetap memiliki hak yang sama walau dalam kesehariannya terdapat hambatan yang ditimbulkan minimnya sarana penunjang dan aksesibilitas. Hak yang sama untuk Penyandang Disabilitas termasuk dalam ranah pelayanan public.

Dalam melaksanakan pelayanan public PA Mempawah berkomitmen untuk menjunjung asas kesetaraan bagi penyandang disbailitas sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Karena sejatinya hambatan yang dirasakan oleh setiap Penyandang Disabilitas bisa terjadi karena minimnya aksesibilitas dan infrastruktur penunjang bagi Penyandang Disabilitas.

Maka dari itu untuk menghilangkan hambatan bagi Penyandang Disabilitas Pengadilan Agama Mempawah berdasarkan aspirasi dari Dalvina Wahyu Nofialiani mengadakan acara sosialisasi Bahasa Isyarat bagi pegawai Pengadilan Agama Mempawah agar para pegawai dapat memahami dasar-dasar Bahasa isyarat dan mengetahui cara mempelajari bahas aisyarat sehingga bisa mempelajarinya secara mandiri.

Untuk jangka panjangnya program ini diharapkan dapat membuat para pegawai lebih memahami dan peka terhadap kebutuhan para pihak yang menyandang disabilitas sehingga Pengadilan Agama Mempawah menjadi salah satu tempat yang ramah terhadap Penyandang Disabilitas.

Selain sosialisasi Bahasa isyarat, untuk mewujudkan tempat yang ramah disabilitas Pengadilan Agama Mempawah juga membuat beberapa penyesuaian infrastruktur seperti dibuatkannya bidang miring, adanya toilet untuk penyandang disabilitas beserta hand rail dan sirine bantuan dalam toilet, buku persyaratan pendaftaran perkara dalam bentuk braille, system antrian prioritas untuk penyandang disabilitas. Semua hal tersebut diciptakan untuk mewujudkan lingkungan yang ramah disabilitas.

Penyandang Disbailitas Dalam Proses Peradilan

Tidak sedikit penyandang disabilitas yang terlibat dalam proses peradilan entah itu sebagai saksi, korban, atau pelaku. Pada awal tahun 2020 Komnas Perempuan merilis sebuah data yang menayangkan Perempuan dengan Disabilitas yang menjadi korban kekerasan yakni sebanyak 87 kasus pada tahun 2019. Dengan seperti itu maka setiap pengadilan di Indonesia harus bisa melakukan penyesuaian akomodasi.

Untuk akomodasi peradilan yang ramah disabilitas sudah diatur terperinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi Yang Layak Untuk Penyandang Disabilitas Dalam Proses Peradilan. Salah satu amanat dalam PP 39 Tahun 2020 adalah adanya penerjemah yaitu orang yang memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk memahami dan menggunakan Bahasa yang digunakan oleh Penyandang Disabilitas.

Dalam proses peradilan terkadang Penyandang Disabilitas harus dimintai keterangan agar hakim dapat memeriksa dan untuk menghilangkan hambatan komunikasi maka Pengadilan dapat meminta dihadirkannya penerjemah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Pengadilan Agama Mempawah bekerjasama dengan Sekolah Luar Biasa Negeri Mempawah agar pada saat suatu hari ada Penyandang Disabilitas yang berperkara maka ada penerjemah yang disediakan dari pihak Sekolah Luar Biasa. Pengadilan Agama Mempawah berusaha untuk peka dan peduli terhadap Penyandang Disabilitas untuk menjunjung kesetaraan bagi penyandang disabilitas.

Perubahan Mindset dan Penyesuaian Infrastruktur

Istilah disabilitas seringkali menjadi sebuah stigma buruk yang diberikan masyarakat kepada mereka orang-orang yang memiliki keterbatasan. Padahal penyandang disabilitas tak ubahnya manusia biasa seperti yang lainnya. Hanya saja terkadang kondisi infrastruktur tidak menunjang aksesibilitas para penyandang disabilitas.

Masyarakat perlu mengubah mindset tentang Penyandang Disabilitas. Mereka sudah bukan objek rasa kasihan yang terus dikasihani melainkan mereka adalah sesame warga negara yang harus terlibat dalam pemberdayaan social.

Dalam memandang Penyandang Disabilitas kita perlu mengubah mindset kita mengenai Penyandang Disabilitas. Dalam memandang disabilitas jangan lagi menggunakan mindset charity based approach yakni mindset yang memandang disabilitas dengan rasa kasihan sehingga hal yang dilakukan terhadap penyandang disabilitas adalah hanya memberikan bantuan yang berbasis kepada kesukarelaan.

Dalam memandang Penyandang Disabilitas ada baiknya kita menggunakan Social Based Approach yakni memandang kondisi “disabilitas” sebagai dampak dari interaksi social lingkungan. Dengan kata lain disabilitas bisa terjadi karena kondisi social yang tidak ramah dan tidak ada penyesuaian terhadap kebutuhan berinteraksi para Penyandang Disabilitas contohnya tidak adanya guiding block jelas akan mempersulit Tuna Netra ketika berjalan. Hal ini yang disebut hambatan bagi penyandang disabilitas. Dengan melakukan cara pandang Sosial Based approach maka yang perlu diperbaiki adalah kondisi social dan lingkungan agar para Penyandang Disabilitas dapat beraktivitas dan berinteraksi sebagaimana manusia lainnya.

Hal inilah yang sedang dilakukan oleh Pengadilan Agama Mempawah yakni melakukan perubahan social terhadap pegawai PA Mempawah agar bisa melayani Penyandang Disabilitas dengan maksimal serta melakukan penyesuaian infrastruktur yang lebih ramah Penyandang Disabilitas.