Mengimplementasikan Sistem ZI

Saat ini semua lembaga pemerintahan sedang sibuk menerapkan sistem Zona Integritas. Tak terkecuali di lembaga peradilan. Mahkamah Agung RI sendiri sudah “mengultimatum” lembaga peradilan di bawahnya untuk sungguh-sungguh menerapkan sistem ZI di masing-masing Satkernya, yang pada akhirnya kesungguhan itu akan terlihat dengan adanya penilaian dari pihak-pihak terkait khususnya oleh Kementrian Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi.

Mendapatkan gelar Satker peraih ZI tentu sangat membanggakan, tapi meraihnya tidak semudah membalikan telapak tangan, perlu usaha, kerja keras dan komitmen bersama untuk mewujudkannya. Meraih predikat ZI ini merupakan kerja Tim, kerja organisasi, mustahil bisa meraih itu bila hanya bekerja secara individual saja, karena yang akan dinilai adalah organsiasi bukan individu per individu.

Bagi saya pribadi, penerapan sistem ZI ini tidak jauh beda dengan sistem APM yang sudah terapkan di lingkungan Mahkamah Agung. Tujuan keberadaan ZI atau juga APM ini tidak lain adalah bagaimana supaya organiasi (Pengadilan) ini benar-benar menerapkan sistem ini secara konsisten.

Dalam sistem ZI terdapat aturan-aturan yang perlu dilaksanakan, tidak dipakainya aturan tersebut menyebakan satker tersebut gagal menerapkan sistem ZI. Sebagai contoh, pada area IV Akuntabilitas Kinerja, adanya keterlibatan pimpinan dalam proses evaluasi kinerja. Pimpinan yang tidak bisa menerapkan evaluasi kinerja organisasi, tentu saja dikategorikan tidak bisa menerapkan sistem.

Oleh karena itu, menurut hemat saya, hal yang paling penting untuk meraih penganugerahan ZI adalah implementasi nya. Bagaimana supaya sistem ini di implementasikan di seluruh sudut organsiasi. Semua stake holder dari atas sampai bawah harus faham soal ini, tanpa adanya itu bisa menyebabkan game over. Kritik keras saya terhadap beberapa satker yang sedang mencari “gelar” ZI adalah tidak konsistennya mengimplementasikan sistem ZI itu sendiri, terkesan satker hanya memburu eviden, setelah eviden ada, maka setelah itu tidak lagi dilaksanakan sistem tersebut. Padahal sejatinya implementasi ini yang sangat penting. Seolah-olah implementasi ZI hanya untuk penilaian saja bukan untuk digunakan dalam kegiatan sehari-hari di Satkernya tersebut.

Tentu saja hal ini akan terasa, manakala diadakan survei yang real terkait pelayanan-pelayanan yang ada di satker tersebut. Masyarakat tidak bisa diarahkan untuk menilai sebuah satker, mereka akan menilai satker tersebut sebagaimana yang mereka rasakan sendiri. Kecuali kalau survei nya juga dibikin prank, alias bohong, tentu hasilnya sudah bisa di tebak.  Selamat meraih anugerah ZI Perguso…..